Open Recruitment

Posted in Rabu, 17 Agustus 2011
by KAWAN WIDYATAMA


Kawan Widyatama (KW) dibentuk pada 5 oktober 2009 di Universitas Widyatama, Bandung. Komunitas kami bergerak di ragam lini : menulis, pendidikan, enterpreneurship, hingga olahraga (futsal). Anggota KW sudah menulis di pelbagai media nasional (Media Indonesia, Kompas, PR & Seputar Indonesia). Tiap tahun KW sering memenangi kontes menulis nasional maupun internasional. Di tahun 2010 anggota KW mendapat award dari Menteri Pemuda dan Olahraga dalam bidang menulis. Kini anggota KW sudah menerbitkan beberapa buku yang bisa didapat di toko buku terdekat. Lihat daftar buku yang dipublish disini.

KW juga menjalin partnership dengan RRI Bandung lewat serangkaian acara talk show on air. Hingga KW rutin diundang untuk menjadi pembicara dan narasumber. Selain fokus menulis, KW juga bergiat di wirausaha dengan aktif mengikuti kompetisi bisnis. Kini KW tengah mengembangkan modul sekolah alternatif di lingkungan Cikutra, Widyatama. Profil lengkap KW di harian Media Indonesia bisa diliat disini atau fan page disini.

Form Pendaftaran
(terbuka untuk semua mahasiswa universitas widyatama)

  • Nama
  • Nomor Induk Mahasiswa
  • Angkatan
  • Fakultas/Jurusan
  • Tempat/Tanggal Lahir
  • Alamat Rumah
  • Email
    Nomor Telepon
  • Alasan Mendaftar KW

    Isi form tersebut dan kirim via email ke dhiorabintang@gmail.com
    Pertanyaan lebih lanjut bisa melalui Humas KW (Tyo) 085624277404K

Read more

Kawan On Air

Posted in Selasa, 16 Agustus 2011
by KAWAN WIDYATAMA





Kawan Widyata menjadi pembicara rutin dalam depat mahasiswa yang diselenggarakan oleh RRI Bandung. Debat mahasiswa RRI diikuti oleh elemen elemen gerakan mahasiswa sebandung raya seperti BEM UPI, BEM ITB. BEM, UNPAD, BEM UNISBA dan lain lain

Read more

Buku Buku Terbitan Anggota Kawan

Posted in Selasa, 19 Juli 2011
by KAWAN WIDYATAMA

Kamu ingin jadi penulis buku? kemudian buku kamu diterbitkan dan dipasarkan secara komersil baik di toko buku ataupun online? Gabung bersama kami. Saat ini anggota Kawan Produktif menulis Buku baik bersifat solo ataupun antologi dengan berbagai genre. Selain itu Anggota kawan juga akitif menulis di media cetak lokal, nasional dan online seperti Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Pikiran Rakyat, republika.or.id, apakabarindonesia.com, inioke.com, sidomi.com dan lain lain

berikut adalah sebagian buku yang telah diterbitkan oleh anggota Kawan Widyatama,

Judul : Curhat Jalan Raya
Penerbit: Leutika
Genre: Sosial Masyarakat/Kisah Nyata
Terbit: Juli 2010
Tebal: 209 halaman
Harga: Rp. 39.000,00
Isbn: 9786028597432

JUDUL : CrazMo, 51 Kisah Paling Gila Sepanjang Sejarah
GENRE : Catatan harian/populer
TEBAL HALAMAN : xii+363
HARGA : Rp40.000
ISBN : 978-602-8597-52-4

Judul : TITIK BALIK,
Penerbit: Leutika, Mei 2010.
Tebal : xvi, 191 halaman
ISBN : 978-6028-59
7-39-5
Kategori: Nonfiksi - Motivasi
Harga : Rp 38.000,
-
Judul : TigaBiruSegi
Antologi Puisi Kasih – Tanah,Air, Udara
ISBN: 978-602-98386-0-2
harga : Rp 30.000, tebal 116 hal, HVS 70 gr, ukuran 13,5x20 cm.

Judul : SIMPANG JALAN berkawan Setan Berteman Malaikat
Penerbit : Hasfa Arias-Lini Hasfa Publishing
Kategori: Sastra/Kumpulan Cerpen
Tebal : halaman: 136 hal
ISBN: 978-602-98738-7-0
Harga : Rp. 33.0000


Judul: Mahasiswa Penegak Hak Asasi Manusia
Penerbit: UKM Belistra FKIP Universitas Tirtayasa Banten
Kategori: Sosial Politik/Konsepsi HAM dan Gerakan Mahasiswa



Read more

Pemimpin Tanpa Huruf N

Posted in Sabtu, 18 September 2010
by KAWAN WIDYATAMA

Harian Seputar Indonesia, 29 May 2010

Pemimpin Tanpa Huruf N
Oleh Dhiora Bintang
Koordinator Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Universitas Widyatama

SERI GERAKAN MAHASISWA II

“Sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya” ungkap Ben Anderson. Indonesianis asal Australia ini tak asal bicara. Tonggak kebangkitan nasional berturut-turut di inisiasi pemuda : Budi Oetomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi (baca : peristiwa rengasdengklok). Tuntutan sebagai tumpuan bangsa menghantarkan pemuda untuk memberi tuntunan. Bak bandul yang bergerak dinamis, laju nasib bangsa ditentukan oleh pemuda, apakah bergerak ke kiri, kanan, atau statis. Bila pemuda menjadi generasi penting dari bagian masyarakat, maka mahasiswa merupakan kelompok penting dari pemuda itu sendiri. Bagaiamana rupa-rupanya wajah pemuda (mahasiswa) sekarang?

Kebangkitan sebuah nation diikat oleh sebuah mimpi. American dream misalnya menggambarkan kebebasan dan kemakmuran. Lantas, apa Indonesian dream? Apakah menjadi masyarakat feodal, hipokrit, dan malas seperti yang dikemukakan Mochtar Lubis. Tanpa peran pemuda visi Indonesia hanya sebatas ilusi Indonesia. Imajinasi pemuda tentang Indonesia akan membentuk wajah Indonesia kedepan. “I have a dream” kata Martin Luther King jr. Jika mimpi itu diterjemahkan ke dalam bahasa tawuran, narkoba, hingga seks bebas. Mustahil menatap Indonesia baru. Kebangkitan nasional akan terjerembab jatuh menuju kebangkrutan nasional.

Mencermati laku langgam pemuda sekarang seolah menepis tesis Ben Anderson diatas. Pemuda bukannya “part of solution” (bagian solusi) justru menjadi “part of problem” (bagian masalah). Pemuda menyumbang pundi-pundi keruwetan nasional. Tidak nampak peran pemuda yang digambarkan sebagai kaum intelektual. Mimpi-mimpi pemuda terkubur dalam kubangan tawuran, narkoba, hingga seks bebas. Peradaban kita lumpuh karena pemuda berperangai berkebalikan dari yang diucapkan Sigmund Freud “Peradaban dimulai ketika seorang yang marah, melontarkan kata-kata daripada melempar batu”. Seolah memakai kekerasan akan menyelesaikan segala masalah. Pemuda kita rupa-rupanya senang menerapkan – meminjam istilah Jakob Oetama talking democracy ketimbang working democracy. Maka tak ayal setiap tahun kebangkitan nasional menjadi seremoni tanpa substansi.

Para pemuda seolah berada dalam zona nyaman. Enggan bertindak apalagi risk taker. Romantisme sejarah bertindak heroik seperti reformasi 98 tidaklah akan selalu terulang. Zaman akan melahirkan anak zamannya. Pemuda harus mampu merumuskan tuntutan era sekarang. Beban yang dipikul ini harus dilihat sebagai tanggung jawab pemuda yang menjadi the happy selected few. Indonesia bukanlah failed state (negara gagal), tapi bukan tak mungkin terjadi bila pemudanya gagal mewujudkan mimpinya. Makanya, tak berlebihan kalau kini pemuda disematkan gelar : pemimpin tanpa huruf n (baca : pemimpi).

Pemuda mesti kembali menghegomoni masyarakat dalam artian positif. Seperti sebuah ungkapan, ada setitik cahaya di ujung kegelapan. Pemuda harus tampil menjadi pemimpin dalam panggung Indonesia. Panggung Indonesia yang luas ini absen dalam merawat harapan. Pemuda harus perform di setiap lini kehidupan : sosial, politik, budaya. Pemuda harus menggapai (kalau perlu merebut) estafet kepemimpinan yang mulai usang. Lebih baik menyalakan cahaya daripada mencaci kegelapan, itulah yang harus kita mulai.

Read more

BERSATULAH MAHASISWA

Posted in Senin, 29 Maret 2010
by KAWAN WIDYATAMA

Oleh Dhiora Bintang

“Ada dua cara untuk menyebarkan cahaya: jadilah lilin yang menyebarkan cahaya, jadilah cermin yang memantulkan sinarnya“.
Ujar novelis Amerika, Edith Wharton.

Mb AHASISWA identik dengan kasta terpelajar. Karenanya, melekat eban sejarah, memikul asa bagi perubahan. Kini, riuh rendah gerakan mahasiswa terdengar nyaring. Gerak an mahasiswa 2010 disebut-sebut telah lahir. Momentum salah satu kasus besar menggiring bandul gerakan mahasiswa ke arah kiri. Confusius memberi petuahnya, “Dengan menjadi terpelajar, bentrokan antarkelas bisa lenyap“.
Namun gerakan mahasiswa belum bersatu padu. Mengapa?

Indra J Piliang, pengamat sosial politik, menyebut gerakan mahasiswa terpecah dalam isu dan posisi. “Ini karena kepentingan elite (politik) belum bersatu,“ ujarnya kepada redaksi Kawan Widyatama. Ia menyebut tiga tipologi kelompok gerakan mahasiswa ini, “Ada yang moderat, politik, dan radikal.“ Kelompok politik misalnya, tidak independen dan berafiliasi kepada kelompok tertentu. Indra berpendapat, pada dasarnya gerakan mahasiswa adalah oposisi.

“(Arahnya) dari kiri ke kanan.“

Pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens senada dengan Indra. Ia berpendapat ideologi mahasiswa mulai rapuh. Boni melihat upaya penyusupan agenda politik dalam gerakan mahasiswa. “Titik temu gerakan mahasiswa, melawan ideologi neoliberalisme SBY,“ tutur Boni. Ia menyinyalir kelompok mahasiswa ini dan sempat menyebut nama dan afiliasinya kepada redaksi Kawan Widyatama.

Sementara Syamsul Ma'arief, ketua umum KAMMI Bandung, menegaskan gerakan mahasiswa haram disusupi kepentingan elite politik. “Gerakan mahasiswa tetap memegang idealisme perjuangannya, tanpa terkooptasi partai politik tertentu,“ katanya.

Tujuannya tegas, diungkap Syamsul, “Tercerdaskan otak, terkenyangkannya perut yang lapar, menjadi pengganti generasi tua yang mengacau dan mengkhianati idealisme.“

Reza, ketua lembaga pers Jumpa Universitas Pasundan, melihat hal lain. “Gerakan mahasiswa hanya mementingkan eksistensi,“ ungkapnya. Menurutnya tidak ada gerakan masif disebabkan fragmentasi kepentingan kelompok.
Banyak membaca Sementara itu, Budiman Sudjatmiko, bekas pentolan Partai Rakyat Demokratik, memandang gerakan mahasiswa sibuk dengan isu-isu jangka pendek. “Hal tersebut penting, tapi perlu dikembangkan untuk mengubah sistem yang lebih besar,“ kata dia.

Solusi menyatukan gerakan mahasiswa dilontarkan Reza melalui aktivisme lewat tulisan.
Pertanyaannya, menurut dia, “Apa yang kita bisa berikan? (Bukan kita dapatkan).“

Solusi ini juga sejalan dengan karakter gerakan mahasiswa, yang menurut Syamsul adalah gerakan moral dan intelektual. Jadi, gerakan yang mengandalkan otot saja pantas dienyahkan.

Budiman berpendapat, “Kebanyakan (gerakan) mahasiswa modal baca koran.“ Mahasiswa menjadi konsumen dan pusat kajian media massa. Akibatnya, seperti diduga Syamsul, gerakan preman bayaran menguat.

Mahasiswa, tambah Indra, kini kerap melancarkan tuntutan dengan tidak elegan. Sarannya, mahasiswa harus banyak membaca.
“Mahasiswa harus pandai berargumen dan mengusung program tandingan,“ tuturnya.
Ia khawatir buku-buku gubahan Pramoedya Ananta Toer dan Karl Marx, yang dilarang di masa lampau malah, tidak dibaca di era sekarang. Budiman berpesan serupa. “Bukan saja membaca buku, tapi lingkungan. Setelah membaca, lalu menuliskannya minimal lima halaman,“ tutur Budiman. Kalau perlu, tulislah sebuah buku. Setelah itu, debatkan dengan kawan dan lawan.

Mahasiswa, menurut Budiman, harus menjadi pemimpin, menghegemoni masyarakat, dan memberikan teladan. Gerakan mahasiswa harus merumuskan tuntutan zaman. Tak luput, bersatu untuk urusan prinsipiel, mengenyahkan perbedaan-perbedaan sepele. Gerakan mahasiswa dapat menjadi semacam cahaya di ujung terowongan, seperti yang disinggung di muka, jadilah lilin, atau jadilah cermin. Gerakan mahasiswa dituntut menjawab tantangan ini. Jadi, bersatulah kaum mahasiswa! (M-4)

Read more

MENGGUGAT PRAGMATISME MEDEDIKASIKAN DIRI

Posted in
by KAWAN WIDYATAMA

oleh Suguh Kurniawan

PRAGMATISME mahasiswa berada pada titik nadir. Kampus menjadi Pulau Elba yang asing, yang fungsinya sebatas melaksanakan knowlegde transfer tanpa social value. Karenanya, insan pendidikan tinggi terjebak dalam pandangan sempit. Kuliah dimaknai tak lebih dari balapan lari. Mereka berlomba untuk menjadi nomor satu secara akademik kemudian bekerja di tempat nyaman dan terjamin. Hal bertendensi egosentris ini telah menjadikan pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi pincang, setelah mahasiswa hanya menderas pendidikan dan penelitian tanpa dibarengi pengabdian.

Meski begitu, ketika kampus terlempar menuju posisi under dog secara sosial dan kesenjangan antara insan perguruan tinggi dan rakyat semakin lebar, ternyata ada harapan bagi kebangkitan gerakan kaum muda, yang bukan hanya sebatas asa, tapi memang benar-benar niscaya.

Adalah mereka, yang dalam istilah sosiolog Ignas Kleden disebut sebagai wonderkinder politik atau `anak-anak ajaib' dalam politik, muncul ke permukaan. Disebut demikian karena saat angka kemiskinan dalam data Biro Pusat Statistik 2009 membengkak mencapai angka 33,88 juta jiwa di negeri ini, dan saat rekan-rekan sebayanya cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, ada minoritas mahasiswa yang masih antusias menjalankan fungsi-fungsi sosial. Mereka bergabung dalam organisasi intrakampus seperti BEM, Senat, HIMA, dan UKM, atau organisasi ekstrakampus seperti ormas kepemudaan dan LSM.

Tentu ini memberikan sinyal positif.
Hanya pertanyaannya kemudian, fungsi sosial apa yang mesti dilakukan? Meminjam ungkapan novelis Edith Wharton, mahasiswa hendaklah menjadi lilin penyebar cahaya sekaligus menjadi cermin pemantul sinarnya. Artinya, mereka harus mendedikasikan diri pada lingkungan sesuai dengan kompetensi masing-masing. Terlepas dari warna bendera serta ideologi organisasi, mahasiswa secara sukarela turun ke lapangan untuk menciptakan ruang. Setelah itu, secara konsisten membina masyarakat hingga terbentuk tatanan sosial lebih cerdas dalam prespektif multidimensional.
Baik dari sisi pendidikan, kesejahteraan, sosial, politik, maupun budaya.

Sudah tentu mahasiswa memiliki cita-cita setelah lulus. Namun, semangat aktivisme yang terus terjaga hendaknya dapat mereduksi ego dan ambisi pribadi. Hal tersebut tidak akan membuat cita-cita itu luntur, tapi justru menjadikannya makin istimewa. Karena dengan kapasitas dan kapabilitas ilmu yang lebih mumpuni, mereka bisa bersinergi dengan masyarakat guna meraih kesejahteraan bersama.

Tidak semata hal itu dilakukan untuk mendapat label pahlawan.
Jauh-jauh hari mahasiswa mesti sadar kalau mereka bukanlah superman yang merasa bisa melakukan segala hal. Tapi hanya pribadi-pribadi yang sadar atas esensi human to all human atau manusia bagi semua manusia-seperti diungkapkan Nietzsche. Karenanya, sinergi masyarakat kampus dan rakyat dapat terbangun kembali seperti diharapkan selama ini, dan kepincangan pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat ditegakkan kembali. (M-4)

Read more

TINGKATKAN MINAT BACA LEWAT BAZAR BUKU

Posted in
by KAWAN WIDYATAMA


“A drop of ink can move a million people to think“, ujar petuah bijak. Mungkin ini yang ada di benak Asep Munazat Zatnika. Pria kelahiran Garut, 25 Juni 1985 ini, adalah sosok mahasiswa yang gemar menulis.

Awal berkecimpungnya dalam dunia tulis-menulis ialah saat menjadi wartawan di harian Pelita Indonesia. Terus bergulat dengan dunia tulisan membuatnya tertantang, lalu mendaftar dan masuk menjadi anggota pers kampus mahasiswa bernama sEntra. Kariernya terus naik sehingga menjadi pemimpin umum di pers kampus tersebut.

Tidak saja di sEntra, bersama teman-temannya sesama aktivis pers kampus di Bandung, Asep menginisiasi Jaringan Pers Mahasiswa Independen (JAPMI), sebuah wadah bagi pers beberapa kampus, sebagai bentuk respons kekosongan komunikasi. Kini, Asep didaulat menjadi koordinator badan pemeriksa keuangan JAPMI. Bahkan, ia digadang-gadang akan meneruskan suksesi kepemimpinan menjadi koordinator umum.

Ketika ditanya soal aktivisme mahasiswa sekarang, Asep berujar, “Introspeksi merupakan satu hal yang harus disadari oleh para mahasiswa, karena introspeksi diri sendiri terlebih dahulu untuk mencapai mahasiswa yang ideal.“

Seruan moral seperti berdemo, dipesankan Asep, jangan sampai melanggar hal-hal normatif, seperti membuat kemacetan dan mengotori jalanan. Perjuangan lewat tulisan dapat menjadi alternatif gerakan. Di tengah maraknya gerakan man on the street, gerakan man in the class merupakan solusi mujarab menjawab tantangan zaman. Salah satunya dengan menulis.

Soal prestasi personal, baru-baru ini Asep mendapat juara II dalam sayembara menulis Yayasan Widyatama. Ia juga kerap menjadi moderator dalam forum-forum diskusi. Ketika menjabat pemimpin umum pers kampus mahasiswa sEntra, Asep membuat terobosan dengan mengelaborasi film dan diskusi, hingga muncul kegiatan movie and discussion. Sekarang, Asep tengah menyelesaikan studinya. Baginya, menulis bisa membakar dunia, sekaligus menyejukkan dunia. (Shantyo Raharjo/M-4) Redaksi Divisi Agitasi dan Propaganda Kesatuan Aksi Mahasiswa Universitas Widyatama (Kawan Widyatama)

Read more
Copyright 2010 @ KAWAN WIDYATAMA